K A F I R


Muslim_kafir_munafik

K A F I R

Written by: Apriansyah Bintang

 

BAB I

PENDAHULUAN

Segala puji syukur bagi Allah yang telah menciptakan dan melahirkan saya dalam keadaan muslim dan dalam keluarga muslim dan lingkungan muslim, sehingga dengan hal ini saya sampai detik ini semoga hingga kelak wafat nanti dalam keadaan muslim. Allahumma Amin.

Salawat dan salam semoga dicurahkan kepada kekasih kita nabi kita Rasulullah saw kepada ahlul baitnya dan kepada seluruh para sahabat dan tabi’in serta kepada guru-guru kami para ulama tercinta baik yang masih hidup atau yang sudah terlebih dahulu meninggalkan kita.

Pada kesempatan ini penulis dengan segala kekurangan yang ada mencoba menulis satu hal yang amat berat yang jika ditimbang ukurannya lebih berat dari bumi dan isinya, karena isi dari tulisan “KAFIR” ini tentunya akan berefek kepada orang dan/atau gologan tertentu yang pastinya bisa dimasukkan ke dalam katagori itu. Hal ini sangat berat karena jika penulis salah menuliskan maka bisa jadi penulis sendirilah yang menjadi termasuk golongan kafir.

Oleh sebab itu secara adab dan agar tidak lancang serta agar bisa dimintai pertanggungjawaban di dunia dan akhirat maka ketika berpendapat penulis selalu menuliskan catatan kaki (foot note) agar memudahkan para pembaca merujuk langsung pada referensi yang penulis jadikan rujukan.

Penulis berlindung kepada Allah dari kealpaan, ketergelinciran pena, kedengkian hati dan kedangkalan ilmu sehingga membuat penulis tidak objektif dalam menulis makalah ini. Ya Allah maafkanlah aku apabila berbuat salah dalam tulisan ini, namun jika benar maka jadikanlah tulisan ini menjadi amal shaleh dan wasilah untuk bertemu kekasih kami Nabi Muhammad saw kelak di akhirat bersama di surgamu. Allahumma Amin.

 

BAB II

PEMBAHASAN

Tulisan ini penulis buat pada dasarnya dikarenakan adanya kesalahpahaman beberapa kawan facebook yang masih menganggap orang non muslim bukan kafir, agar lebih lengkapnya silakan merujuk pada diskusi tersebut di sini.

Untuk meluruskan pemahaman tersebut mencoba menjelaskan akan tetapi karena kolom komentar di facebook terbatas maka penulis putuskan untuk membuatnya dalam format makalah dan diposting di blog penulis.

 

A. DEFINISI KAFIR

Secara etimologi kafir adalah Subjek (Fa’il) yang ber-musytaq dari ka-fa-ra (كَفَرَ) yang bermakna “tertutup,”[1] “kebodohan”[2] dan “maksiat/menentang.”[3] Sedangkan secara terminologi arti kafir sangat variatif yaitu:

  1. Lawan kata “Iman.”[4] Sedangkan Iman secara umum bermakna beriman kepada rukun Iman, ini artinya kufur adalah “mendustai rukun Iman/Islam baik salah satunya maupun seluruhnya.”[5]
  2. Penentangan dan keingkaran terhadap agama Allah[6] atau tidak mengingkari tapi menentang dan/atau memusuhi agama Allah.[7]

Namun agar lebih lengkap mari bersama kita tengok sejenak makna kafir menurut mazhab-mazhab sesat dalam masyarakat Islam dan mazhab Ahlussunnah wa al-Jamaa’ah:

  1. Menurut Murji’ah, kafir adalah apabila seseorang mendustai agama, meskipun dia terus bermaksiat dan menyembah selain Allah tapi apabila hatinya tidak mendustakan Allah maka dia tidak disebut kafir.[8]
  2. Menurut Khawarij, kafir adalah apabila seseorang melanggar perintah Allah atau menguranginya walau sedikit.[9]
  3. Menurut Mu’tazilah, tidak bisa disebut kafir orang yang melanggar perintah Allah, akan tetapi dia hanya keluar dari Islam tapi tidak kafir, dia di akhirat kelak berada di satu tempat di antara dua tempat, yaitu surga dan neraka (Manzilah bayna al-Manzilatain).[10]
  4. Kafir menurut Jahmiyah adalah orang yang tidak memahami Allah.[11]
  5. Sedangkan kafir menurut Asya’irah dan Maturidiyyah (Ahlussunnah wal Jama’ah) adalah orang yang mendustakan Allah, dan penyebab kekafiran ini terbagi menjadi dua, [1] Kafir karena memang perbuatannya adalah kafir (Kafir Li Nafsih) seperti menyembah berhala dan seterusnya; dan [2] ada pula Kafir perbuatan tapi hatinya tetap beriman (Li Ghairih) dan yang melakukan kekafiran ini karena terancam jiwanya.[12] Karena kekafiran harus mencakup tiga hal: Hati, Lisan dan Perbuatan. Jika kafir hati tapi lisan dan perbuatan menampakkan keimanan maka orang ini termasuk golongan munafiq dan/atau zindiq dan orang-orang inilah seburuk-buruknya manusia. Jika kafir perbuatan dan lisan tapi hatinya tidak mendustakan Allah maka orang-orang ini disebut golongan bermaksiat dan/atau Fasiq kecuali karena terancam jiwanya maka boleh meskipun yang utama adalah bersabar atas ujian.[13]

 

B. PEMBAGIAN KUFR

Kekafiran (Kufr) dalam literatur Islam terbagi menjadi dua, Kekafiran terhadap Allah (kufr bi Allah) dan Kekafiran terhadap nikmat Allah (kufr bi ni’mah Allah).[14]

 

1. KUFR BI ALLAH (الْكُفْرُ بِاللهِ)

Kufr bi Allah ini adalah Musyrik Besar, dan sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kufur kepada Allah ini penyebabnya adalah karena memang dia menyembah selain Allah (Kufr Linafsih) seperti penyembah berhala atau yang berkeyakinan animisme dan/atau dinamisme (Hindu dan Budha), penyembah api (Majusi/Zoroaster), Penyembah bintang (Shabi’an), penyembah Uzair (Yahudi), penyembah Nabi Isa as (Kristen) dan seterusnya.

Dalam literatur Islam disebutkan bahwa agama selain Islam ada dua, ada agama langit (ahlul kitab) ada agama bumi yang dibuat berdasarkan kreasi imajinasi manusia (animisme dan/atau dinamisme). Namun seiring perjalanan waktu ajaran ahlul kitab (Yahudi/Nasrani) terdistorsi dan inti ajaran langit ini menjadi berubah yang pada awalnya menjunjung tinggi Tauhid malah menjadi penyembah Rahib-rahib dan Nabi mereka sendiri, sehingga datanglah Islam untuk meluruskan distorsi agama langit ini (ahlul kitab).

Dalam al-Qur’an mereka (ahlul kitab ataupun bukan) semua dianggap kafir karena menyembah selain Allah dan kekal selamanya di Neraka. Allah berfirman:

 

“Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putra Allah’ dan orang Nasrani berkata: ‘Al Masih itu putra Allah’. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknati mereka; bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam. Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah: 30-31)

 

“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga,” padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” (QS. Al Maidah: 73)

 

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (QS. Al Maidah: 78)

 

“Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al bayyinah: 6)

 

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (QS. Ali ‘Imran: 91)

 

Meski demikian Allah swt memberikan pengecualian bagi Ahlul Kitab dan Shabi’an[15] yang hidup sebelum datangnya Islam atau mereka yang bertaubat dan masuk Islam sebelum kematiannya. Allah berfirman:

 

Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal shaleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah: 62)

 

Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. (QS. Al-Hajj: 17)

 

Ayat-ayat yang telah dipaparkan penulis di atas sangat terang-benderang bahwa penyembah selain Allah swt, yaitu Yahudi, Nasrani, Animisme dan/atau dinamisme seperti Majusi (penyembah api) dan Shabi’in (penyembah bintang) adalah disebut orang kafir yang apabila mati dalam kekafirannya maka kekal selamanya di neraka Allah, kecuali bagi mereka yang hidup sebelum datangnya Islam dan/atau hidup setelah datangnya Islam akan tetapi betaubat dan mu’allaf sebelum kematiannya maka Allah swt adalah sebaik-baiknya pengampun.

 

2. KUFR BI NI’MAH ALLAH (الْكُفْرُ بِنِعْمِةِ اللهِ)

Ini adalah syirik/musyrik kecil yang penyebabnya bisa terjadi dengan sadar atau tanpa sadar. Dan meskipun kecil tetap ini merupakan Musyrik dan pelakunya tidak dapat diampuni kecuali dia bertaubat nasuha.

Di masyarakat sering ditemukan orang berjanji tanpa menyebutkan Insya Allah, seolah dia mengetahui dan mengendalikan masa depan ini adalah syirik kecil, karena Allah lah yang mengendalikan segala urusan baik sebelum maupun sesudahnya, ini adalah aqidah seorang muslim. Allah berfirman:

 

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya-Allah.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.” (QS. Al-Kahfi: 24)

 

Atau sering ditemukan keyakinan bahwa makan dan minum adalah dua perkara yang menyebabkan kita hidup, atau keyakinan bahwa minum obat dapat menyembuhkan penyakit dan seterusnya sebenarnya ini adalah syirik kecil, karena yang menghidupkan dan mematikan hanyalah Allah dan semuanya itu hanyalah perantara atau alat yang membuat kita hidup dan mati yang apabila Allah tidak mengizinkan maka tidak mungkin sesuatu itu hidup atau mati.

 

Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Yunus: 56)

Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia. (QS.Al-Mu’min: 68)

 

Kufr bi Ni’mah ini dapat didefinisikan sebagai orang yang tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepadanya berupa nikmat Islam, nikmat sehat, nikmat kelapangan rizki, nikmat kebaikan paras yang digunakannya bukan untuk amal saleh malah untuk hal maksiat.

Banyak orang yang kufur nikmat terhadap keislamannya, dia tidak mensyukuri bahwa dirinya dilahirkan dalam keadaan Islam dan bukannya beramal saleh malah menyia-nyiakan agamanya. Sehingga sering kita dapati bahwa orang yang beragama muslim akan tetapi bahasanya, pendapatnya, dan bahkan gaya kehidupannya tidak sama sekali mencerminkan dia adalah seorang muslim.

Banyak orang yang beragama Islam tapi malah mendeskrditkan Islam dengan lisan dan perbuatannya, seperti kasus baru-baru ini (tahun 2013) bahwa Kepolisian pada awalnya memperbolehkan POLWAN memakai jilbab lantas tiba-tiba  setelah diperbolehkan beredarlah surat yang melarangnya kembali dengan alasan tidak ada Anggaran dan tidak ada Juklak yang mengatur hal itu, sedangkan pada sisi yang lain Kepolisian memerintahkan pada minggu-minggu natal untuk anggotanya baik laki-laki dan perempuan agar memakai topi sinterklas dengan dalih menghormati agama Nasrani. Ini sungguh sangat menyakitkan bagi orang yang masih mempunyai iman di hatinya dan sangat tidak mensyukuri nikmat Islam yang telah diberikan kepadanya.

Ketika sehat banyak orang yang tidak mensyukuri hal ini bukan untuk beramal saleh malah untuk melakukan maksiat yang tentunya merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

Ketika diberikan kelapangan rizki banyak muslim yang lupa bahwa itu hanyalah titipan Allah swt dan di dalamnya ada hak anak yatim, fakir miskin, dhu’afa, masjid, dan seterusnya yang harus didermakan. Sehingga tidak aneh di jalan raya kita sering menemukan banyak masjid yang pembangunannya terlantar, banyak faqir miskin yang mati di jalan karena kelaparan, banyak kasus kejahatan lantaran masalah uang, padahal ini terjadi di negeri kaya raya yang banyak sekali orang Islam yang mempunyai kelebihan rizki yang apabila mereka. Sungguh ini adalah kufur nikmat, dan ini adalah syirik kecil yang berakibat fatal.

Kufur Nikmat ini adalah awal Kufur Billah yang ujungnya menjadi pembangkang sejati.

 

BAB III

KESIMPULAN DAN PENUTUP

Pelaku kekufuran (Kafir) adalah orang yang dapat merugi di dunia dan akhirat, karena seluruh perbuatan baiknya ditolak oleh Allah dan menjadi sia-sia. Namun demikian bagi kita orang muslim dilarang memberikan predikat kekafiran kepada seseorang apabila belum tampak kekafirannya secara nyata, karena apabila kita salah memberikan predikat kekafiran pada seseorang padahal dia tidak kafir maka hal ini akan berbalik kepada dirinya sendiri. Nabi muhammad saw berabda:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seseorang berkata kepada saudaranya; “Wahai kafir” maka bisa jadi akan kembali kepada salah satu dari keduanya.”[16]

 

Bahkan dalam Islam orang yang mengatakan kafir dan perkataan jelek kepada muslim lainnya harus diberikan Had (hukuman) dari sultan (penguasa).[17]

            Semoga kita dan keluarga kita terlindung dari kekafiran dengan segala jenis dan sebabnya dan semoga kita terhindar dari mengkafirkan orang lain tanpa dasar agama yang cukup.

 

Wallahu A’lam.

 

END NOTE:


[1] Achmad Warson Munawwir, Kamus Munawir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progressif, 2001, h. 1218.

[2] Muhammad bin ‘Aliy Ibn al-Qadhiy Muhammad Haamid bin Muhammad Shaabir al-Farwaqiy al-Hanafiy al-Tahaanawiy, Mausuw’ah Kasysyaf Ishthilahaat al-Funuwn wa al-‘Uluwm, Ed: Dr. Rofiq al-‘Ajam, Beirut: Maktabah Lubnaan Nasyiruwn, 1996 M, cet. I, vol. I, h. 551.

[3] Abu Bakr al-Khawarizmiy Muhammad bin al-‘Abbaas, Mufiyd al-‘Uluwm wa Mubiyd al-Humuwm, Beirut: Maktabah al-‘Unshuriyyah, 1418 H, cet. I, vol. I, h. 100.

[4]

[5] Muhammad Anwar Syah bin Ma’zham Syah al-Kasymiriy, Ikfaar al-Mulhidiyn Fiy Dahruriyyaat al-Diyn, Pakistan: al-Majlis al-‘Ilmiy, 2004 M/1424 H, cet. III, vol. I, h. 82.

[6] ‘Abd al-Qaahir bin Thaahir bin Muhammad bin ‘Abd Allah al=Baghdaadiy al-Sijistaniy, Al-Farq Bayn al-Firaq, Beirut: Daar al-Aafaaq al-Jadiydah, 1977 M, cet. II, vol. I, h. 193.

[7] Shadr al-Diyn Muhammad bin ‘Alaa’ al-Diyn ‘Aliy bin Muhammad Ibn Abi al-‘Izz al-Hanafiy al-Dimasyqiy, Syarh al-‘Aqiydah al-Thahawiyyah, Mecca: Wizarah al-Syu’uwn al-Islaamiyyah wa al-Awqaaf wa al-Da’wah wa al-Irsyaad, 1418 H, cet. I, vol. I, h. 322.

[8] Su’ud bin ‘Abd al-‘Aziz al-Khalaf, Ushul Masaa’il al-‘Aqiydah ‘inda al-Salaf wa ‘inda al-Mubtadi’ah, –, 1420 H, vol. I, h. 66.

[9] Isma’iyl Haqqiy bin Mushthafaa al-Istanbuwliy al-Hanafiy al-Khalwatiy, Ruwh al-Bayaan, Beirut: Daar el-Fikr, t.t., vol. I, h. 32.

[10] Al-Qadhiy ‘Abd al-Nabiy bin ‘Abd al-Rasuwl al-Ahmad Nakriy, Dustuwr al-‘Ulamaa’ = Jaami’ al-‘Uluwm fiy Ishtilahaat al-Funuwn, Beirut: Daar el-Kutub el-‘Ilmiyyah, 1421 H/2000 M, cet. I, vol. I, h. 149.

[11] ‘Abd Allah bin ‘Abd al-Rahmaan bin ‘Abd Allah bin Ibroohiym bin Fahd bin Hamd bin Jibriyn, Syarh al-‘Aqiydah al-Thahawiyyah, —, vol. XLII, h. 16.

[12] Majmu’ah Min al-Baahitsiyn bi Isyraaf al-Syaikh ‘Alawiy bin ‘Abd al-Qaadir al-Saqaaf, al-Mawsuw’ah al-‘Aqodiyyah,, —, 1433 H, cet. I, vol. v, h. 462 & 467.

[13] Nizhaam al-Diyn al-Hasan bin Muhammad bin Husaiyn al-Qummiy al-Niysaburiy, Gharaib al-Qur’an wa Ghara’ib al-Furqaan, Beirut: Daar el-Kutub el-‘Ilmiyyah, 1416 H, vol. III, h. 287.

[14] Muhammad Mutawalliy al-Sya’rawiy, Tafsiyr al-Sya’rawiy -al-Khowathir-, Beirut: Muthobi’ Akhbar al-Yawm, 1997 M, vol. III, h. 1642.

[15] Karena tidak adanya penjelasan lebih dalam al-Qur’an tentang agama Shabi’in/Shabi’an maka para ulama berbeda pendapat mengenai mereka, ada yang berpendapat bahwa mereka adalah:

  1. Bagian dari ahlul kitab dan kitab mereka adalah zabur. Silakan baca: Ahmad bin Muhammad bin Abiy Bakr bin ‘Abd al-Malik al-Qasthalaaniy al-Qutaibiy al-Mishriy Syihab al-Diyn, Irsyad al-Saariy Li Syarhi Shahiyh al-Bukhooriy,  Egypt: Mathba’ah al-Kubroo al-Amiyriyyah, 1323 H, cet. VII, vol. I, h. 377.
  2. Kaum yang beriman kepada Allah dan beramal saleh akan tetapi keluar dari daerah agama mereka (catatan: dahulu agama hanya diperuntukkan daerah/lokal saja) dan tidak hidup bersama para nabi. Baca: Tafsiyr al-Sya’rowiy, Loc.Cit., vol. VI, h. 3298.
  3. Kaum yang terdiri dari dua golongan, [1] yang beriman kepada Allah dan kitab mereka adalah Injil, dan [2] kaum musyrikin penyembah bintang-bintang yang berada di pinggiran Negeri Harran terletak di bagian utara Mesopotamia, di tepi Sungai Eufrat (sekarang Iran). Shabi’in yang dinyatakan dalam ayat al-Qur’an di atas adalah golongan yang pertama. Baca: Ahmad bin ‘Aliy Abu Bakr al-Raaziy al-Jashshoosh al-Hanafiy, Ahkaam al-Qur’an, Beirut: Daar Ehyaa’ el-Turoth el-‘Aroby, 1405 H, cet. I, vol. III, h. 328.

[16] Baca:

  1. HR. Bukhari, Baca: Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdillah al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih Bukhari, Damascus: Dar el-Thuq el-Najah, 1422, cet. I, vol. VIII, h. 26.
  2. HR.Muslim, Baca: Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairi al-Nisaburi, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ehya’ el-Turath el-’Araby, t.t., vol. I, h. 79.
  3. HR.Malik, Baca: Malik bin Anas bin Malik bin ‘Amir al-Ashbahi al-Madani, Muwattha’ al-Imam Malik, Beirut: Mu’assasah el-Risalah, 1412 H, vol. II, h. 162.
  4. HR.Ahmad, Baca: Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad al-Syibani, Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Beirut: Mu’assasah el-Risalah, 1421 H/2001 M, cet. I, vol. VIII, h. 314.
  5. HR.Thabrani, Baca: Sulaiman bin Ahmad bin Ayub bin Muthir al-Lakhmi al-Syami al-Thabrani, al-Mu’jam al-Kabir, Riyadh: Dar el-Shami’i, 1415 H/1994 M, cet. I, vol. II, h. 75.
  6. HR.Turmudzi, Baca: Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin Musa bin al-Dhahhak al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, Egypt: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah Musthafa al-Babi al-Halbi, 1395 H/1975, vol. V, h. 22.

Atau silakan baca:

  1. HR. Bukhari, baca: Muhammad bin Isma’il Abu ‘Abdillah al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih al-Bukhari, Beirut: Dar Ebnu Kathir el-Yamamah, 1407 H/1987 M, cet. III, vol. V, 2263.
  2. HR. Muslim, baca: Muslim bin al-Hajjaj Abu al-husain al-Qusyairy al-Naisaburiy, Shahih Muslim, Beirut: Dar Ehya el-Turath, t.t., vol. I, 79.
  3. HR. Ahmad, baca: Ahmad bin Hanbal Abu ‘Abd Allah al-Syibaniy, Musnad Ahmad, Egypt: Mu’assasah Cordoba, t.t., vol II, h. 18.
  4. HR. Thabrani, baca: Abu al-Qasim al-Sulaiman bin Ahmad al-Thabraniy, al-Mu’jam al-Ausath, Cairo: Dar el-Haramain, 1415 H, vol. V, h. 24.

[17] Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa bin Abu Bakr al-Baihaqiy, Sunan al-Baihaqiy al-Kubra, Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dar el-Baz, 1414 H/1994 M, vol VIII, h. 253.

About Apriansyah Bintang

Turut mendiskusikan mispersepsi terhadap Islam dengan hikmah dan mau'izhah hasanah. مناقش أي سوء الفهم للإسلام بالحكمة والموعظة الحسنة Also discuss any misperceptions of Islam with wisdom and good advice.

Posted on 27 Desember 2013, in Diskursus Islam and tagged , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink. 2 Komentar.

  1. Kenapa ada orang yang tersinggung dibilang kafir, padahal saya dibilang kafir sama orang Kristen juga gak tetsinggung, asal jangan dibilang kafir aja sama wahabrot!

Silakan komentar bro...

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.